mariberhemat

The greatest WordPress.com site in all the land!


Leave a comment

Perbaikan Nilai ASTL

Bagi teman-teman yang mengambil mata kuliah ASTL dan nilainya belum memuaskan setelah mengikuti ujian remidi, perlu saya sampaikan bahwa hasil pekerjaan ujian remidi semuanya (kelas A dan D) masih dibawah 50 persen oleh karena itu seperti kesepakatan di awal, bagi teman-teman yang masih ingin melakukan perbaikan silakan kerjakan soal berikut ini. Soal dikerjakan dalam bentuk soft copy saja secara runtut disertai penjelasan singkat (bisa menggunakan word atau power point) selanjutnya dikirimkan ke email saya (tsk_uny@yahoo.com).


Leave a comment

Energy Saver

PENGARUH PEMASANGAN ENERGY SAVER PADA BEBAN RUMAH TANGGA DITINJAU DARI POTENSI PENGHEMATAN ENERGI DAN KUALITAS DAYA

Toto Sukisno
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY
e-mail:tsk_uny@yahoo.com

Abstrak

Konservasi energi merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi penghematan energi suatu sistem energi. Salah satu upaya konservasi energi listrik di sektor rumah tangga yang banyak dilakukan masyarakat adalah memasang energy saver. Alat ini dipromosikan dapat menghemat pemakaian energi listrik di sektor rumah tangga. Paper ini membahas pengaruh pemasangan energy saver pada beban rumah tangga ditinjau dari potensi penghematan energi dan kualitas daya. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa: 1) Pada beban resistif jenis lampu pijar, pemasangan energy saver mengakibatkan penambahan konsumsi daya nyata sebesar 2,54% dari daya nyata pengukuran pada lampu pijar untuk ES 1 dan 4,51% untuk ES 2; 2) Pada beban induktif jenis AC, pemasangan energy saver mengakibatkan penurunan konsumsi daya nyata sebesar 3,72% dari daya nyata pengukuran pada AC untuk ES 1 dan 1,05% untuk ES 2, sedangkan THD arusnya berkurang menjadi 3,27% untuk pemasangan ES 1 dan 3,67% untuk pemasangan ES 2; 3) Pada beban non linear jenis Personal Computer, pemasangan energy saver mengakibatkan peningkatan konsumsi daya nyata sebesar 2,07% dari daya nyata pengukuran pada Personal Computer untuk ES 1 dan 1,49% untuk ES 2, sedangkan THD arus bertambah menjadi 3,13% untuk pemasangan ES 1 dan THD arus berkurang menjadi 7,84% untuk pemasangan ES 2.

Kata kunci: energy saver, potensi penghematan, kualitas daya.

Abstract
Energy conservation represents one of activity network to identify and evaluate the potency of energy saving an energy system. The effort of energy conservation of electrics in domestic sector which is a lot of conducted by a society is install the energy saver. This appliance is promoted can economize the usage of electrical energy in domestic sector. This paper study the influence of energy saver at domestic load was evaluated from potency of energy saving and power quality. Result of experiment indicate that 1) At resistive load of red hot lamp type, installation of energy saver result the addition consume the real power equal to 2,54% from real power of measurement to ES 1 and 4,51% to ES 2; 2) At inductive load of type AC, installation of energy saver result the degradation consume the real power equal to 3,72% from real power of measurement to ES 1 and 1,05% to ES 2, while its THD current decrease to become 3,27% for the installation of ES 1 and 3,67% for the installation of ES 2; 3) At non linear load of Personal Computer type, installation of energy saver result the increase of real power consumption equal to 2,07% from real power of measurement and 1,49% to ES 2, while THD current increase to become 3,13% for the installation of ES 1 and its THD current decrease to become 7,84% for the installation of ES 2.

Keywords: energy saver, saving potency, power quality

Pendahuluan
Dewasa ini persoalan energi merupakan salah satu persoalan yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta guna menekan laju konsumsi energi maupun mencari sumber energi alternatif. Salah satu upaya yang diusulkan guna menekan laju konsumsi energi yaitu melakukan konservasi energi baik di sektor industri maupun bangunan gedung. Konservasi energi akhir-akhir ini banyak dilakukan di industri maupun bangunan komersial sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi penghematan energi suatu sistem energi. Hasil pelaksanaan konservasi energi adalah informasi yang berkaitan dengan kinerja pemakaian energi disajikan per masing masing peralatan energi, jenis sumber daya yang digunakan, area atau proses dengan basis yang relevan.
Di sektor rumah tangga konservasi energi ini identik dengan penghematan energi, sehingga upaya yang dilakukan masyarakat lebih banyak mengarah pada pengurangan konsumsi beban. Menurut Subijoko (2006), hemat energi bukan berarti kita harus mengorbankan daya guna dan kenyamanannya, tetapi justru konsep hemat energi harus menguntungkan semua pihak baik di sisi produsen (PLN), lingkungan, stakeholder bahkan pelanggan. Sebagai ilustrasi, dengan berkurangnya pembakaran bahan bakar minyak (BBM) untuk membangkitkan tenaga listrik, maka Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik menjadi lebih rendah, pencemaran lingkungan berkurang, devisa untuk mengimport BBM bisa dihemat, subsidi pemerintah kepada PLN dapat dikurangi dan rekening listrik yang harus dibayar pelanggan berkurang. Oleh karena itu, program penghematan listrik bukan sekedar masalah teknis semata melainkan merupakan pertimbangan dan keputusan manajemen terutama ditinjau dari segi keuangan.
Seiring dengan anjuran pemerintah dalam program penghematan energi, dewasa ini banyak beredar di pasaran sebuah alat yang dipromosikan dapat menghemat pemakaian energi listrik di lingkungan rumah tangga. Alat ini di produksi oleh industri lokal maupun industri luar (Malasyia, Singapura, Jerman) dengan nama bervariasi (tergantung pabrik pembuatnya), sedangkan nama standarnya belum ada. Umumnya mereka menyebut dengan nama Energy Saver. Alat ini dipromosikan dapat menghemat pemakaian energi listrik anatara 15-40% sebagaimana ditawarkan oleh salah satu produk energy saver (http://energysaver.cashflow.tripod.com/product/). Rata-rata tingkat penghematan yang banyak ditawarkan oleh produsen energy saver adalah 30%.
Alat ini sangat terkait erat dengan aspek ekonomis (uang) oleh karena itu banyak dari anggota masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga yang tertarik untuk membeli alat energy saver ini, namun banyak diantara para calon pembeli merasa ragu-ragu Tidak jarang PLN mendapat pertanyaan dari beberapa anggota masyarakat mengenai energy saver ini, apakah benar dapat menghemat uang dan apakah penggunaannya tidak menyalahi aturan PLN (dikhawatirkan sebagai suatu bentuk pencurian listrik) (http://matrickenergysaver.com/tanya-jawab-matrick.html). Munculnya keberadaan energy saver tersebut perlu untuk dikaji guna dilihat apakah produk yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan dengan merk dan harga yang berbeda tersebut betul-betul secara teknis bisa menghemat pemakaian energi listrik atau hanya sebatas mengoptimalkan pemakaian daya nyata. Disisi lain karakteristik energy saver tersebut ditinjau dari kualitas daya (berkaitan dengan THD arus yang timbul) juga perlu diteliti sehingga tidak mengakibatkan munculnya persoalan baru akibat keberadaan kompensator daya tersebut.
Konsep Penghematan Energi Listrik
Secara konsep upaya penghematan pemakaian energi listrik (kWh) dapat dilakukan dengan lima alternatif berikut ini, yaitu: 1) Menggunakan pemanfaat listrik (beban listrik) yang hemat energi; 2) Meminimalkan waktu pemakaian energi listrik; 3) Meminimalkan rugi jaringan dengan menggunakan penghantar berpenampang besar dan atau menggunakan tegangan tinggi; 4) Mengurangi rugi konduktor dengan menggunakan material super-conductor; 5) Meminimalkan rugi jaringan dengan mengkompensir daya reaktif induktif / kapasitif; dan 6) Mengurangi kinerja pemanfaat listrik (melalui pengurangan pasokan daya yang dilakukan dengan mengurangi pasokan tegangan).
Menurut Roem (2006), secara garis besar cara penghematan pemakaian energi dapat dibagi dalam 5 kategori yaitu: 1) Peninjauan ulang sistem teknis dan perbaikan arsitektur bangunan; 2) Perbaikan prosedur operasionil secara manual; 3) Perbaikan prosedur operasionil secara otomatis; 4) Pemasangan alat penghemat listrik di seluruh instalasi; dan 5) Perbaikan kwalitas daya listrik.
Energy Saver
Menurut Pranyoto (2005) energy saver (bisa dibaca kompensator daya) sebagai kompensator daya reaktif induktif mempunyai karakteristik kerja hampir sama dengan sebuah kapasitor shunt, yaitu memperbaiki faktor daya yang berimplikasi pada: 1) Memperbaiki pengaturan tegangan (mengurangi jatuh tegangan jaringan); 2) Mengurangi susut energi (rugi hantaran); dan 3) Memaksimalkan pemakaian kapasitas daya.
Prinsip kerja suatu kompensasi dari kompensator daya reaktif (kapasitor) dapat dituangkan secara vektor seperti gambar 1. Konsep ini merujuk pada teori segitiga daya (Stevenson, 1984). Vektor-vektor yang dilukiskan pada gambar 1 menunjukan dua kondisi suatu sistem pembebanan, yaitu dalam kondisi tanpa kapasitor (kompensator daya) dan dengan kapasitor. Bila ditetapkan suatu nilai daya semu beban Rb dengan faktor daya tertentu , maka berdasarkan diagram vektor gambar 1 dapat dihitung daya nyata beban Pb dan daya reaktif induktif beban Qb dengan persamaan berikut :

Gambar 1. Diagram Vektor Sistem Pembebanan Tanpa dan Dengan Kompensator Daya

Selanjutnya, jika dipasang kapasitor dengan daya reaktif kapasitif sebesar QC maka dapat dihitung besarnya perubahan (delta) daya semu sistem dan daya semu baru dari sistem Rb’ dengan persamaan:

Dari kedua persamaan tersebut dapat dibuat kurva karakteristik perubahan (delta) daya semu versus daya semu beban dan karakteristik daya semu baru fungsi daya semu beban.
Metode Penelitian
Eksperimen ini bertujuan untuk mengamati unjuk kerja 2 (dua) kompensator daya yang beredar di pasaran dari produk yang berbeda.
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut: 1) Menyiapkan 2 unit energy saver (dengan merk dan produksi yang berbeda) yang banyak digunakan oleh masyarakat; 2) Melakukan eksperimen untuk mengamati unjuk kerja dari unit energy saver dengan rangkaian eksperimen seperti ditunjukkan gambar 2 dengan instrumen ukur Analyst 3Q; 3) Menganalisis hasil eksperimen; 4) Membandingkan antara instalasi beban listrik yang dipasang energy saver dengan yang tidak dipasang energy saver ditinjau dari tingkat penghematan dan kualitas daya; dan 5) Membuat konklusi berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh

Gambar 2. Rangkaian Eksperimen Unjuk Kerja Energy Saver (Kompensator Daya)

Analisis dan Pembahasan
Energy saver yang digunakan dalam eksperimen ini ada dua buah, yaitu ES 1 dan ES 2. Kedua energi saver ini dipasang secara paralel dengan beban atau sumber secara bergantian. Beban yang digunakan dalam eksperimen ini ada lima jenis, yaitu: 1) AC Split 1 pk; 2) Satu unit personal komputer dengan tabung monitor CRT; 3) Lampu pijar 100 W; 4) Lampu TL 40 watt; dan 5) Lampu Hemat Energi 18W. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan diperoleh data-data pengukuran seperti ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Nilai Daya Nyata dan THDI Pada Pemasangan ES 1, ES 2 dan Tanpa ES

No Beban Nilai ES 1 ES 2 TANPA ES
P THDI P THDI P THDI
1 Lampu Pijar Average 93,29 2,43 95,08 3,64 90,98 2,51
2 AC Average 781,03 26,60 802,72 26,49 811,23 27,50
3 Lampu TL Average 52,23 9,96 47,28 9,45 48,82 9,78
4 Lampu Hemat Energi Average 14,10 75,43 8,76 79,50 12,13 74,71
5 PC Monitor CRT Average 140,79 61,65 139,99 55,09 137,93 59,78

Gambar 3, 4 dan 5 menunjukkan tampilan grafis hasil pengukuran Apparent Power, Power Factor dan Real Power pada beban lampu TL yang diparalel dengan ES 1 dengan menggunakan instrumen ukur Analyst 3Q.

Gambar 3. Hasil Pengukuran S, PF dan P pada Lampu TL yang Terpasang ES 1
.

Gambar 4. Hasil Pengukuran S, PF dan P pada Lampu TL yang Terpasang ES 2

Gambar 5. Hasil Pengukuran S, PF dan P pada Lampu TL Tanpa Pemasangan ES

Berdasarkan hasil pengukuran yang ditunjukkan pada tabel 1 menunjukkan bahwa pada beban resistif jenis lampu pijar, pemasangan energy saver baik itu ES 1 maupun ES 2 mengakibatkan konsumsi daya nyata menjadi bertambah dibandingkan bila tidak dipasang energy saver. Artinya, pemasangan energy saver pada beban resistif identik dengan penambahan beban baru yang terhubung secara paralel dengan beban resistif sedangkan bila ditinjau dari THD arus, pemasangan ES 1 mengakibatkan THD arusnya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pemasangan ES 2 maupun tanpa pemasangan ES.
Pada beban induktif jenis AC pemasangan energy saver baik itu ES 1 maupun ES 2 mengakibatkan konsumsi daya nyata menjadi berkurang dibandingkan bila tidak dipasang energy saver. Artinya, pemasangan energy saver pada beban induktif jenis AC terdapat peluang potensi untuk memperoleh penghematan energi listrik sedangkan bila ditinjau dari THD arus, pemasangan ES 1 dan ES 2 mengakibatkan THD arusnya menjadi berkurang bila dibandingkan tanpa pemasangan ES.
Pada beban induktif jenis lampu TL pemasangan energy saver ES 1 mengakibatkan konsumsi daya nyata menjadi lebih besar bila dibandingkan tanpa pemasangan energy saver sedangkan pemasangan ES 2 mengakibatkan konsumsi daya nyatanya lebih rendah bila dibandingkan tanpa pemasangan energy saver. Artinya, pemasangan energy saver pada beban induktif jenis lampu TL harus memperhatikan ukuran dan spesifikasi energy savernya karena bila tidak memperhatikan kedua faktor tersebut, pemasangan energy saver justru berdampak pada kenaikan konsumsi daya nyata. Kondisi ini terjadi pula pada THD arus, berdasarkan hasil pengukuran, THD arus akibat pemasangan ES 1 menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan tanpa pemasangan energy saver, sebaliknya pemasangan ES 2 mengakibatkan THD arusnya menjadi berkurang bila dibandingkan tanpa pemasangan energy saver.
Pada beban non linier jenis lampu hemat energi, pemasangan ES 1 mengakibatkan naiknya konsumsi daya nyata bila dibandingkan dengan tanpa pemasangan ES 1 sebaliknya pemasangan ES 2 dapat mengurangi konsumsi daya nyata bila dibandingkan tanpa pemasangan ES2 sedangkan bila ditinjau dari THD arus, pemasangan ES 1 dan ES 2 sama-sama meningkatkan THD arus jika dibandingkan tanpa pemasangan ES.
Pada beban non linier jenis personal computer, pemasangan ES 1 maupun ES 2 mengakibatkan naiknya konsumsi daya nyata bila dibandingkan dengan tanpa pemasangan ES sedangkan bila ditinjau dari THD arus, pemasangan ES 1 mengakibatkan THD arusnya bertambah besar bila dibandingkan tanpa pemasangan ES, sebaliknya pemasangan ES 1 mengakibatkan THD arus lebih kecil bila dibandingkan tanpa pemasangan ES.
Secara grafis, visualiasasi konsumsi daya dan besarnya THD arus pada beban lampu pijar, AC, lampu TL, lampu hemat energi dan PC berturut-turut ditunjukkan pada gambar 6,7,8,9,10 dan 11.

Gambar 6. Grafik Konsumsi Daya dan THD Arus Pada Beban Lampu Pijar

Gambar 7. Grafik Konsumsi Daya dan THD Arus Pada Beban AC

Gambar 8. Grafik Konsumsi Daya dan THD Arus Pada Beban Lampu TL

Gambar 9. Grafik Konsumsi Daya dan THD Arus Pada Beban Lampu Hemat Energi

Gambar 10. Grafik Konsumsi Daya dan THD Arus Pada Beban PC

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pada beban resistif jenis lampu pijar, pemasangan energy saver mengakibatkan penambahan konsumsi daya nyata sebesar 2,54% dari daya nyata pengukuran pada lampu pijar untuk ES 1 dan 4,51% untuk ES 2.
2. Pada beban induktif jenis AC, pemasangan energy saver mengakibatkan penurunan konsumsi daya nyata sebesar 3,72% dari daya nyata pengukuran pada AC untuk ES 1 dan 1,05% untuk ES 2, sedangkan THD arusnya berkurang menjadi 3,27% untuk pemasangan ES 1 dan 3,67% untuk pemasangan ES 2.
3. Pada beban non linear jenis Personal Computer, pemasangan energy saver mengakibatkan peningkatan konsumsi daya nyata sebesar 2,07% dari daya nyata pengukuran pada Personal Computer untuk ES 1 dan 1,49% untuk ES 2, sedangkan THD arus bertambah menjadi 3,13% untuk pemasangan ES 1 dan THD arus berkurang menjadi 7,84% untuk pemasangan ES 2.
4. Pemasangan energy saver dapat mengurangi konsumsi daya nyata dan THD arus bila dipasang pada beban induktif, tetapi guna mendapatkan pengurangan yang optimal perlu dilakukan analisis teknis yang tepat.

Daftar Pustaka
Anoname.(2006). (http://matrickenergysaver.com/tanya-jawab-matrick.html) (didownload tanggal 12 Agustus 2007)
Anoname.(2006). Cashflow Energy Saver adalah Alat Penghemat Listrik. Available on line at: http://energysaver.cashflow.tripod.com/product/ (didownload tanggal 12 Agustus 2007)
Pranyoto.(2005). Energy Saver Alat Penghemat Listrik Untuk Rumah Tangga. Tinjauan Terhadap Kemampuan Menghemat. MAJALAH ENERGI & LISTRIK Volume XIV No. 1/2, Juni 2005
Roem, Prasetyo. (2006). Beberapa Cara Baru Penghematan Energi Listrik. Available on line at: http://www.IA-ITB.net/BEBERAPACARABARUPENGHEMATANENERGI LISTRIK – Portal IA-IT.htm (7 Nopember 2006).
Stevenson, WD. 1990. Analisis Sistem Tenaga listrik (K. Idris. Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Buku asli diterbitkan tahun 1982.
Subijoko, Ario. (2006). Hemat Energi Tanpa Harus Mengurangi Nilai Kenyamanan. Available on line at: http://www.suaramerdeka.com/harian/0402/20/eko12.htm (22 Juli 2006).


Leave a comment

Kurikulum Permeabilitas

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU:
SEBUAH UPAYA DALAM MENINGKATKAN PERMEABILITAS KURIKULUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

Oleh:
Toto Sukisno
Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY

Abstrak

Salah satu upaya yang sedang dilakukan oleh Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNY dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan adalah penggunaan kurikulum yang memiliki permeabilitas tinggi. Tulisan ini akan membahas tentang penggunaan model pembelajaran terpadu dalam rangka meningkatkan permeabilitas kurikulum di Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNY.
Pembelajaran terpadu merupakan kegiatan pembelajaran yang berlangsung secara nyata, yang mengembangkan proses berpikir pembelajar sehingga terasa kebermaknaannya bagi kehidupan. Salah satu alasan digunakannya model pembelajaran terpadu adalah bahwa sebagian besar masalah dan pengalaman dalam kehidupan pada dasarnya interdisipliner dan perlu menggunakan keterampilan secara beragam.
Ada beberapa model pembelajaran terpadu yang bisa digunakan, pemilihan model ini tergantung pada ketersediaan perangkat pendukung yang dimiliki. Oleh karena itu, agar penerapan model pembelajaran terpadu di Program Studi Pendidkan Teknik Elektro FT UNY bisa berhasil, diperlukan dukungan nyata yang sangat kuat, baik yang terkait dengan sarana pendukung maupun sumber daya manusianya.

Kata Kunci: Pembelajaran Terpadu, Permeabilitas Kurikulum.

A. PENDAHULUAN
Semenjak akhir tahun ajaran 2003, Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNY mencanangkan kurikulum permeabel sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas akademik lulusan. Istilah permeabel dalam dunia pendidikan khususnya di bidang kurikulum merupakan istilah yang sangat asing dan jarang dijumpai. Penggunaan istilah ini diilhami dari fenomena pada bahan magnet lunak, dimana sebuah bahan magnet lunak akan mempunyai permeabilitas yang tinggi jika kerugian arus edy-nya bernilai rendah (Surdia:1999). Bahan magnet lunak yang diharapkan mempunyai sifat fluks histeresis sekecil mungkin dan permeabilitas serta pemagnetan jenuh sebesar mungkin.
Berawal dari fenomena tersebut, Program Studi Pendidikan Teknik Elektro merumuskan sebuah konsep kurikulum yang memiliki bentuk dan substansi materi kurikulum yang antisipatif, akomodatif dan adaptif, tangguh dan fleksibel terhadap tuntutan pasar kerja global dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang selanjutnya disebut dengan ‘Kurikulum Permeabel’. Perkembangan lebih lanjut, kurikulum permeabel didefinisikan sebagai kurikulum yang memadukan antara satu atau lebih mata kuliah sehingga masing-masing mata kuliah tidak berdiri sendiri tapi merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (separated). Dalam dunia pendidikan, istilah kurikulum permeabel disebut sebagai kurikulum terpadu (integrated curriculum). Selanjutnya, istilah permeabel dalam tulisan ini akan digantikan dengan ‘terpadu’, untuk menghindari kerancuan serta memudahkan pengertian dan pemahaman.
Ada sejumlah ciri mendasar yang membedakan antara kurikulum terpadu dengan kurikulum tradisional yang berbasis mata kuliah, yaitu: pertama, menarik hubungan diantara berbagai bidang studi yang berbeda sehingga pembelajaran menjadi komprehensif dan tidak terpotong-potong. Kurikulum ini menekankan sifat saling ketergantungan dari berbagai mata kuliah. Kedua, membangun suasana, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menggunakan pengalaman peserta didik sebagai titik awal. Ketiga, menjamin bahwa kemampuan dikembangkan berdasar permasalahan atau tugas nyata yang sesuai dengan tujuan peserta didik. Keempat, menekankan pentingnya pembelajaran inquiry dan pemecahan masalah. Kelima, mendorong peserta didik menjadi mandiri, banyak akal dan bisa menyesuaikan diri. Keenam, mengembangkan pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang dinamis dan berbeda. Ketujuh, memungkinkan guru/dosen berperan berbeda-beda tergantung pada kegiatan yang harus dilakukan dan dibutuhkan oleh peserta didik. Kedelapan, menempatkan sebagian tangung jawab dan kontrol pembelajaran pada peserta didik. Kesembilan, menggali topik, isu atau pertanyaan dari sejumlah perspektif yang berbeda. Kesepuluh, menilai strategi dan proses yang digunakan dan dikembangkan oleh peserta didik dalam pembelajarannya. Kesebelas, mengakui bahwa proses dan produk saling berkaitan dan kedua komponen itu harus dinilai. Keduabelas, kurikulum terpadu memungkinkan penggalian persoalan manusia yang luas dan kompleks.
Secara konsep, kurikulum terpadu memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan kurikulum yang berbasis mata kuliah. Permasalahannya, model pembelajaran seperti apa yang harus digunakan untuk mengimplementasikan kurikulum terpadu? Tulisan ini akan memaparkan tentang model pembelajaran terpadu (integrated intsructional model) sebagai salah satu metode yang bisa digunakan dalam pengimplementasian kurikulum terpadu.
B. PEMBAHASAN
Dalam sistem pendidikan yang bersifat tradisional, setiap mata pelajaran diajarkan secara terpisah. Model ini mengakibatkan peserta didik tidak memiliki kesatuan makna dan pembahasan masing-masing pelajaran pada sistem tersebut cenderung ke arah teoritis belaka sehingga sulit bagi peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pembelajaran sangat berkaitan dengan strategi atau metode pembelajaran yang digunakan, oleh karena itu penetapan strategi yang relevan merupakan suatu keharusan. Strategi pembelajaran yang berupa teknik atau metode instruksional yang digunakan oleh pengajar dapat mengoptimalkan aktivitas belajar peserta didik agar diperoleh kualitas hasil belajar yang lebih optimal. Selain itu, strategi pembelajaran yang tepat juga dapat membina peserta didik untuk berpikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan akan mungkin terjadi. Suparman (2001) menyatakan bahwa metode instruksional berfungsi sebagai cara dalam menyajikan (menguraikan, memberikan contoh, dan memberi latihan) isi pelajaran kepada mahasiswa/peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu. Metode dan teknik yang dipilih oleh pengajar ini dimaksudkan agar dapat memberikan, kemudahan, fasilitas, dan atau bantuan lain kepada peserta didik dalam mencapai tujuan-tujuan instruksional.
Proses pembelajaran yang berlangsung harus membantu proses belajar peserta didik, merangsang serta mendorong mereka untuk secara mandiri aktif melakukan sesuatu, sehingga ketika pengajar menyiapkan pembelajaran terlebih dahulu harus memikirkan cara bagaimana agar peserta didik dapat memproses informasi yang akan disampaikan. Selain itu pengajar juga harus mempertimbangkan cara mengaitkan informasi yang akan disampaikan dengan pengetahuan yang telah peserta didik peroleh sebelumnya (prior knowledge). Dengan demikian, seluruh proses pembelajaran yang dialami peserta didik yaitu mulai dari mendengar, beraktivitas dan berdiskusi dapat menjadi pengalaman yang berkesan dan bermanfat bagi mahasiswa.
Isu pembelajaran saat ini, khususnya di Program Studi Teknik Elektro FT UNY, salah satunya menekankan pada aspek keterpaduan (integrated) baik keterpaduan dalam pokok bahasan maupun dalam mata kuliah. Konsep keterpaduan tersebut merupakan sebuah jawaban dari program ‘peningkatan permeabilitas kurikulum’. Menurut Ansari (2004), apabila berkeinginan menangkap makna dalam pembelajaran maka harus dilakukan dalam bentuk keterpaduan. Keterpaduan didasarkan pada suatu konsep kebermaknaan. Kebermaknaan maksudnya adalah pembelajar memahami konsep yang diajarkan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah mereka pahami. Keterpaduan ini dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai unsur ke dalam satu keutuhan (Goodman dalam Ansari, 2004).
Dalam dokumen Kebijakan Pengembangan Kurikulum (1975-1980), guru/dosen dihimbau untuk menggunakan pendekatan terpadu karena pendekatan terpadu akan membuat mutu belajar makin bermakna. Definisi tentang pembelajaran terpadu banyak dikemukakan oleh para ahli, yang kesemuanya itu secara prinsip mengandung pengertian yang sama. Istilah terpadu oleh Nasution (1978) dikaitkan dengan kurikulum terpadu, sehingga mendefinisikan pembelajaran pendekatan terpadu sebagai pembelajaran yang meniadakan batas-batas berbagai mata pelajaran dalam bentuk unit-unit atau keseluruhan. Kebulatan bahan pelajaran diharapkan dapat membentuk pribadi pembelajar yang terpadu. Roehler dalam Susetyo (1998) mendefinisikan keterpaduan sebagai suatu strategi yang bermaksud menggabungkan bidang studi secara simultan. Beliau menambahkan bahwa pembelajaran dengan menggabungkan dua atau lebih bidang studi akan lebih efektif dan efisien.
Pendapat lainnya, Hamalik (1990) mengemukakan bahwa pendekatan terpadu bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau suatu kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian melainkan suatu totalitas yang memiliki makna tersendiri. Bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi dalam suatu sruktur tertentu. Konsep keterpaduan menurut Allen & Yen (1979) dititik beratkan pada ciri alamiah pembelajar dan pada proses pengembangan kegiatan yang menyangkut pengembangan berpikir dan pengembangan pembelajar. Atkinson dalam Ahmad (2003) mendefinisikan pembelajaran terpadu sebagai suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak. Collins dan Dixon dalam Ahmad (2003) menyatakan tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut: “integrated learning occurs when an authentic event or exploration of a topic in the driving force in the curriculum.” Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan kegiatan pembelajaran yang berlangsung secara nyata, yang mengembangkan proses berpikir pembelajar sehingga terasa kebermaknaannya bagi kehidupan. Di dalam pembelajaran terpadu, tidak ada batas-batas berbagai mata pelajaran. Penggabungan berbagai mata pelajaran itu diikat dalam topik yang berkaitan dengan kehidupan nyata pembelajar. Dalam susunan kalimat yang sederhana pembelajaran terpadu dapat didefinisikan sebagai “metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang mata pelajaran yang sesuai.”
1. Model-model Pembelajaran Terpadu
Menurut Ahmad (2003) ada beberapa bentuk dalam mengimplementasikan pembelajaran terpadu. Ditinjau dari sifat materi yang dipadukan di antaranya ada dua macam bentuk implementasi pembelajaran terpadu, yaitu pembelajaran terpadu intra bidang studi dan pembelajaran terpadu antar bidang studi. Pembelajaran terpadu dikatakan intra bidang studi jika yang dipadukan adalah materi-materi (pokok bahan/sub pokok bahasan, konsep/sub konsep, keterampilan atau nilai) dalam satu bidang studi. Suatu pembelajaran yang memadukan materi membaca, menyimak, berbicara, dan menulis disebut pembelajaran terpadu intra bidang studi, misalnya dalam pembelajaran mata kuliah Bahasa Inggris Teknik.
Ditinjau dari cara memadukan materinya, pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan memperhatikan secara tegas batas-batas bidang studi satu dengan yang lain. Namun kadang-kadang batas-batas antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya batasnya sangat samar, bahkan hampir tak tampak sekat yang membatasinya. Dalam prakteknya bila suatu tema telah ditetapkan, maka pengajar bersama peserta didik mengkaji tema tersebut dari sudut pandang masing-masing bidang studi. Berdasarkan tema tersebut, penagajar bersama peserta didik menentukan unsur-unsur bidang studi yang bisa dipelajari tanpa harus ada tumpang tindih dengan bidang studi yang lain. Bila suatu tema telah ditetapkan, misalnya, lingkungan, peserta didik diajak mempelajari aspek bahasa, aspek matematika, bahan dari lingkungan tersebut. Keterpaduan dapat dilakukan melalui keterpaduan kurikulum, sebagai contoh ketika pengajar merencanakan pembelajaran bahasa untuk peserta didiknya dalam waktu bersamaan mereka juga belajar sesuatu yang lain seperti Matematika, Manajemen Energi, dan Mesin Listrik. Pembelajaran terpadu dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan pemahaman anak tentang fisik mereka dan lingkungan sosial mereka.
Penggolongan model pembelajaran terpadu yang lain dikemukakan Depdiknas (2004), yaitu: pertama, model pembelajaran terpadu antara dua mata kuliah dalam struktur kurikulum yang berlaku. Misalnya antara mata kuliah Matematika dan mata kuliah Karya Tulis Ilmiah, atau mata kuliah Matematika dengan mata kuliah Medan Elektromagnetik, dan sebagainya. Kedua, model pembelajaran terpadu antara satu mata kuliah tertentu dengan bahan ajar yang tidak berdiri sendiri sebagai mata kuliah, misalnya antara mata kuliah Pendidikan Agama dengan bahan ajar pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, antara mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan bahan ajar pendidikan budi pekerti, mata kuliah Statistika dengan bahan ajar keimanan dan ketaqwaan, dan sebagainya. Ketiga, model pembelajaran terpadu beberapa mata kuliah, lebih dari dua mata kuliah, misalnya mata kuliah Matematika, Mesin Listrik, Sosio Antropologi, Pemrograman Komputer yang dimasukkan ke dalam satu proyek kegiatan pembelajaran (metode proyek).
Model-model pembelajaran terpadu lainnya, dikemukakan oleh Fogarty (1991) secara lengkap, yaitu:
a. Model Fragmentasi (Fragmented)
Model ini adalah pembelajaran terpadu yang dilaksanakan secara terpisah yaitu hanya terfokus pada satu disiplin mata kuliah, misalnya, mata kuliah Matematika, Pendidikan Agama, Statisitik, Bahasa Inggris Teknik, dan sebagainya yang diajarkan secara terpisah.
b. Model Terhubung (Connected)
Model terhubung adalah model pembelajaran terpadu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu topik dengan topik yang lain dalam satu bidang studi, misalnya, menghubungkan konsep komponen simetris dengan konsep studi hubung singkat dalam mata kuliah Analisis Sistem Tenaga Listrik.
c. Model Sarang (Nested)
Pembelajaran terpadu model nested adalah suatu model pembelajaran terpadu yang kaya dengan rancangan oleh kemampuan dosen.
d. Model Rangkaian (Sequenced)
Sequenced adalah model pembelajaran terpadu di mana pada saat dosen mengajarkan suatu mata kuliah maka ia dapat menyusun kembali urutan topik suatu mata kuliah dan dimasukkannya topik mata kuliah lain ke dalam urutan pengajarannya itu, tentu saja dalam topik yang sama atau relevan. Pada intinya satu mata kuliah membawa serta mata kuliah lain dan sebaliknya.
e. Model Patungan (Shared)
Shared adalah suatu model pembelajaran terpadu di mana pengembangan disiplin ilmu yang memayungi kurikulum silang, contohnya, Matematika dan Mesin Listrik disejajarkan sebagai ilmu pengetahuan. Kesusastraan dan sejarah digabung pada label kemanusiaan, seni, musik, menari dan drama di bawah payung kesenian yang pokok, teknologi komputer dan industri rumah tangga sebagai kesenian yang perlu dipraktekkan. Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
f. Model Jala-jala (Webed)
Webed adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu misalnya, transportasi. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara dsoen dengan mahasiswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama dosen. Setelah tema disepakati, kemudian dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitan dengan bidang-bidang studi lainnya. Dari sub-sub tema ini dikembangkan aktivitas belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.
g. Model Untaian Simpul (Threaded)
Threaded adalah suatu model pendekatan seperti melihat melalui teropong di mana titik pandang (focus) dapat mulai dari jarak terdekat dengan mata sampai titik terjauh dari mata. Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
h. Model Integrasi (Integrated)
Integrated adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan antar mata kuliah. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan mata kuliah dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, prinsip, dan sikap saling tumpang tindih di dalam beberapa mata kuliah.
i. Model Peleburan (Immersed)
Model ini dimaksudkan dengan menyaring dari seluruh isi kurikulum dengan menggunakan suatu cara pandang tertentu. Misalnya, seseorang memadukan semua data dari berbagai disiplin ilmu (mata kuliah) kemudian menampilkannya melalui sesuatu yang diminatinya dalam suatu ide.
j. Model Jaringan (Networked)
Networked adalah model pembelajaran terpadu yang berhubungan dari sumber luar sebagai masukan dan semuanya meningkatkan yang baru dan meluaskan ide-ide atau mengembangkan ide-ide. Dalam model ini, pembelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan. Misalnya, seorang arsitek mengadaptasi teknologi untuk mendesain network dengan teknik program dan meluaskan pengetahuan dasar seperti dia telah mengerjakan secara tradisional dengan pendisain bagian dalam ruangan.
Berdasarkan model-model pembelajaran terpadu yang telah dipaparkan di atas, pemilihan model yang akan digunakan sangat tergantung pada kesiapan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang tersedia, dan karakteristik dari peserta didik.
Uraian berikut ini akan memaparkan secara singkat tentang kesiapan yang diperlukan dalam menerapkan model-model pembelajaran terpadu. Paradigma sumber daya manusia (dosen) dalam pembelajaran terpadu sangat berbeda dengan model pembelajaran terpisah, karena sumber daya manusia dalam model pembelajaran terpadu pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa berdiri sendiri. Implikasinya, materi ajar yang disampaikan oleh satu orang dosen dalam pembelajaran terpadu pada dasarnya merupakan bagian dari materi ajar yang disampaikan oleh dosen lainnya, sehingga membentuk satu kompetensi. Selanjutnya, kesiapan sarana dan prasarana dalam pembelajaran terpadu juga sangat berbeda dengan model pembelajaran terpisah, karena dalam model pembelajaran terpadu harus menyediakan suasana belajar yang nyata. Sebagai contoh, ketika seorang dosen ingin mengajarkan tentang sistem tenaga listrik, dimana dalam materi tersebut mempunyai banyak kompetensi yang terkait, seperti kompetensi matematika, kompetensi ilmu bahan, kompetensi dasar listrik, dan kompetensi-kompetensi yang lain, maka peserta didik diajak dalam suatu lingkungan belajar yang menggambarkan situasi yang sebenarnya bukan berada dalam ruang kelas ber-AC. Lebih lanjut, strategi pembelajaran pun harus menyesuaikan. Terakhir, terkait dengan karakteristik dari peserta didik, dalam pembelajaran terpadu paradigma yang dikembangkan adalah ‘student center’ bukan ‘teacher center’ oleh karenanya karakterikstik setiap individu mahasiswa mendapat perhatian lebih. Perhatian lebih terhadap karakteristik peserta didik ini menjadi titik tolak dalam penentuan strategi pembelajaran yang akan digunakan.
Dengan demikian, sebelum memilih sebuah model pembelajaran terpadu harus terlebih dahulu melakukan studi evaluasi diri terhadap kondisi internal lembaga, khususnya di Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNY tentang sejauh mana kesiapan ketiga unsur tersebut di atas yang merupakan perangkat pendukung dalam penerapan model-model pembelajaran terpadu tersebut di atas. Tingkat (seberapa jauh) kesiapan dari ketiga unsur tersebut akan berimplikasi dalam pemilihan model-model pembelajaran terpadu.
2. Alasan Penggunaan Pembelajaran Terpadu
Pelaksanaan keterpaduan dilandasi oleh pengaruh aliran filsafat progresivisme (pembelajaran seharusnya berlangsung secara alami dan tidak artifisial), konstruktivisme (pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna), DAP (Developmental Appropriate Practice), pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia pembelajar yang meliputi perkembangan emosional, minat, dan bakat. Oleh karena itu, pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Aktivitas yang diberikan dalam model tersebut meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan program DAP (developmental appropriate practice) yang dikemukakan Bredekamp (1987), dalam proses pembelajaran orang dewasa hendaknya menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi peserta didik (mahasiswa) sehingga mahasiswa dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya.
Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang otentik. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya juga bertujuan agar kurikulum itu bermakna bagi peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh beserta cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan peserta didik.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah “mengapa proses pembelajaran perlu memadukan antara satu mata kuliah dengan mata kuliah lain, atau satu mata kuliah dengan bahan ajar tertentu, sehingga menjadi satu menu yang akan disajikan dalam proses pembelajaran?” Ada dua hal yang menjadi alasan dari pertanyaan tersebut (Depdiknas, 2004) adalah:
Pertama, alasan empirik, karena pada hakikatnya pengalaman hidup ini sifatnya kompleks dan terpadu, artinya menyangkut berbagai aspek yang saling terkait. Pergi ke pasar, sebagai misal, merupakan kompleksitas pengalaman hidup yang tidak hanya bersifat sosial (berhubungan dengan orang lain), ekonomi (memenuhi kebutuhan rumah tangga), tetapi juga matematika (terkait dengan hitung-menghitung harga), dan biologi (terkait dengan soal barang dan bahan yang kita beli), dan sebagainya. Dengan demikian, proses pembelajaran di kampus sebenarnya dapat dilaksanakan dengan meniru model pengalaman hidup dalam masyarakat, karena proses pembelajaran yang demikian lebih sesuai dengan realitas kehidupan kita.
Kedua, alasan teoritis ilmiah, karena keadaan dan permasalahan dalam kehidupan akan terus berkembang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, ilmu ruang angkasa menjadi lebih terbuka setelah pesawat ulang-alik dapat mendarat di bulan. Komputer kini menjadi mesin informasi yang telah masuk di rumah kita tanpa permisi. Itulah sebabnya, maka bahan ajar di kampus sudah pasti harus diperkaya dengan muatan-muatan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru. Mengingat banyaknya permasalahan yang timbul dalam kehidupan, banyak materi baru yang diusulkan oleh masyarakat untuk dimasukkan dalam kurikulum perguruan tinggi, misalnya lingkungan hidup, ilmu kelautan, pengetahuan tentang narkoba, masalah HIV dan AIDS, pendidikan moral dan budi pekerti, keimanan dan ketaqwaan, reproduksi sehat dan pendidikan seks, bursa efek, tsunami, dan masih banyak lagi. Untuk memasukkan hal-hal tersebut menjadi mata kuliah tersendiri, sudah barang tentu tidak mungkin dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, muatan ilmu pengetahuan dan informasi yang semakin bertambah itu tidak mungkin dapat dimasukkan ke dalam kurikulum menjadi mata kuliah yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, diperlukan satu organisasi kurikulum yang isinya lebih merupakan pilihan bahan ajar yang secara khusus dipersiapkan sebagai menu untuk proses pembelajaran. Dari sinilah muncul fusi mata kuliah yang melahirkan kurikulum terpadu (integrated curriculum), dan kemudian melahirkan kurikulum inti (core curriculum). Para pengembang kurikulum berpikir harus back to basic dalam proses pengembangan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum, timbullah model pembelajaran terpadu, dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan yang begitu kompleks dalam masyarakat. Itulah sebabnya, proses pembelajaran memang tidak harus dilaksanakan ibarat dengan kacamata kuda, artinya dilaksanakan tanpa melihat kiri-kanan atau hanya melihat satu disiplin ilmu tanpa mengaitkannya dengan kehidupan dalam arti luas. Justru dalam pelaksanaannya para pengajar seharusnya berusaha mengaitkan mata kuliah yang menjadi tanggung jawabnya dengan mata kuliah atau bahan dasar lain yang kontekstual dalam kehidupan masyarakat. Tanpa mengaitkan mata kuliah dengan konteks kehidupan yang nyata dalam masyarakat, maka proses pembelajarannya akan menjadi hambar dan kurang bermakna bagi bekal kehidupan peserta didik dalam masyarakat.
3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu
Sebelum mengemukakan tentang kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran terpadu, terlebih dahulu akan ditinjau tentang karakteristik dari model tersebut. Menurut Wortham dalam Ansari (2004) karakteristik dari pembelajaran terpadu adalah: (a) Bersifat kontekstual, artinya pembelajaran harus berhubungan dengan kebutuhan pembelajar dan kebermaknaan bagi peserta didik. Tujuan kehidupan mereka diteruskan dari pijakan pengalaman awal mereka. Dengan demikian, konteks sangat penting. (b) Menantang pembelajar memecahkan masalah-masalah nyata. Para pembelajar dibawa pada konflik pengetahuan dan penyusunan konsep baru untuk menafsirkan hal-hal yang belum pasti. (c) Membawa pembelajar kepada arah pembelajaran aktif. Pembelajar dapat berpikir kritis dan menyusun makna dari sesuatu yang dipelajarinya dan merefleksikannya secara kritis pula. (d) Penyusunan bahan dilakukan dosen dengan menyesuaikannya terhadap minat peserta didik dan keperluannya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengaitkan antara pengembangan dengan pengetahuan. Kemudian menggabungkannya semua kategori pembelajaran di rumah dengan di kampus. Dengan demikian, perbedaan antara pendekatan pembelajaran terpadu dengan pendekatan pembelajaran konvensional dapat dijabarkan seperti ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1 : Perbedaan Pendekatan Konvensional dan Terpadu
Pendekatan Konvensional
 Pengajar memandang kemampuan peserta didik sama.
 Menggunakan kelas sebagai satu-satunya tempat belajar peserta didik.
 Mengajar lebih banyak memakai metode ceramah.
 Pemisahan antar bidang studi begitu jelas.
 Memberikan kegiatan monoton.
 Berkomunikasi satu arah dengan peserta didik.
 Iklim belajar menekankan pencapaian efek instruksional berdasar orientasi kelompok.
 Mengajar hanya menggunakan dari buku sumber dan informasi pengajar.
 Penilaian hanya dari hasil belajar peserta didik.
 Kurikulum formal.
 Selama belajar peserta didik hanya berinteraksi dengan buku sumber dan pengajar.  Kemampuan peserta didik bervariasi

Pendekatan Terpadu
 Menggunakan tempat belajar secara bervariasi di dalam dan di luar kelas.
 Mengajar dengan memakai berbagai metode yang menunjang peserta didik aktif dan kreatif.
 Merakit/menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda.
 Memberikan kegiatan bervariasi serta menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis.
 Multi arah.
 Iklim belajar transaksional berdasarkan orientasi individual.
 Mengajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar.
 Menilai proses dan hasil belajar anak.
 Mengajar menekankan kepada keterampilan proses.
 Kurikulum eksperiensial.
 Memberi kesempatan kepada peserta didik berinteraksi dengan lingkungan.

Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka Nurkhoti’ah & Kamari mengemukakan kelebihan dari model tersebut, antara lain:
1. Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan peserta didik.
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
3. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan peserta didik.
4. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama dan dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir anak.
5. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial peserta didik seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.
Konsep pembelajaran terpadu yang banyak disorot oleh para education scientist nampak sempurna dan tidak memiliki cacat secara konsep. Namun, bukan berarti model tersebut tidak memiliki kelemahan. Hayes seorang guru besar pendidikan di Universitas Columbia, mengemukakan bahwa kurikulum pembelajaran terpadu susah untuk diimplementasikan karena adanya kendala yang merupakan kelemahan dari model ini, diantaranya:
1. Kendala waktu (time barriers).
Waktu dalam proses pembelajaran merupakan variabel penting yang dapat mempengaruhi ketercapaian tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran terpadu yang berlangsung secara nyata serta berorientasi mengembangkan proses berpikir pembelajar sehingga terasa bermakna sangat menyita waktu. Hal ini sangatlah logis mengingat konsep yang dikembangkan dalam pembelajaran terpadu adalah belajar tuntas (mastery learning).
2. Kendala individu (personal barriers). Kendala individu dalam pembelajaran terpadu terkait dengan interaksi kelilmuan antar bidang studi. Dalam pola pembelajaran konvensional, tidak ada interaksi keilmuan antar pengajar yang memiliki bidang keilmuan yang berbeda, sebaliknya dalam pembelajaran terpadu dituntut adanya interaksi dan kombinasi antar pengajar yang memiliki bidang keilmuan yang berbeda-beda.
3. Ketrampilan interpersonal. Ketrampilan interpesonal merupakan ketrampilan yang memadukan antar individu dengan bidang keahlian yang berbeda-beda.
4. Sarana pendukung. Konsep pembelajaran terpadu yang berlangsung secara nyata dan interdispliner membutuhkan sarana pendukung yang memadai dengan didukung oleh teknologi komunikasi yang lengkap.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut di atas, kelemahan yang menjadi kendala terbesar dalam perencaan kurikulum interdisipliner adalah kecenderungan masyarakat yang selalu ingin mengerjakan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.

C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan:
1. Model pembelajaran terpadu dengan segala kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, merupakan model alternatif yang bisa dijadikan sebagai model pembelajaran dalam meningkatkan permeabilitas kurikulum (kurikulum terpadu) di Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FT UNY.
2. Penerapan model pembelajaran terpadu di Program Studi Pendidikan Teknik Elektro membutuhkan dukungan yang sangat kuat, baik yang terkait dengan sarana pendukung maupun sumber daya manusianya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Kasina. (2003). Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu Bahasa Indonesia Di Kelas III Sekolah Dasar. Jurnal TEKNODIK Edisi No.12/VII/Oktober/2003
Allen, M. J., dan Yen, W. M. (1979). Introduction to Measurement Theory. California: California State College Bakersfild.
Ansari, Khairi. (2004). Konsep Keterpaduan Dalam Pembelajaran Bahasa. Available on line at: http://unimed.ac.id/jurnal.
Bredekamp, Sue. (1987). Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood, Programs Serving Children from Birth Through Age 8. Washington: National Association for the Educational of Children.
Depdiknas. (2004). Model Pembelajaran Terpadu. Available on line at: http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id
Forgaty, Robin. (1991).The Minful School How to Integrate the Curricula. Illinois: IRI/Skylight Publishing, Inc.
Hamalik, O. (1990). Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Trigenda Karya.
Nasution, S. (1978). Asas-asas Kurikulum. Bandung : Terate.
Nurkhoti’ah, Siti & Kamari. Pembelajaran Terpadu: Solusi Meningkatkan Prestasi Belajar IPS. Available on line at: http://psi.ut.ac.id/jp/41sitinur.html
Suparman, Atwi. (2001). Desain Instruksional. Jakarta: Dirjen Dikti.
Surdia, Tata & Saito,S. (1999). Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Susetyo. (1998). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran dan Penguasaan Struktur Terhadap Hasil Belajar Menulis. Disertasi IKIP Jakarta.